JAYALAH LAMONGAN MAJULAH TERUS PEMBANGUNAN

'Wisata Bahari Lamongan', Primadona Baru Wisata Jatim


Dulu publik pasti merasa masih asing kalau mendengar nama Pantai Tanjung Kodok dan Gua Maharani. Kedua objek wisata yang terdapat di kabupaten Lamongan ini sebelumnya tak begitu dikenal penghobi wisata jalan-jalan. Kalaupun ada yang sudah pernah kesana, mereka hanya singgah sebentar di dua obyek tersebut.

Sekilas melihat batu berbentuk seperti kodok yang menjadi trade mark dari pantai itu dan berjalan sebentar dalam panasnya Gua Maharani. Minimnya fasilitas membuat para wisatawan hanya sambil lalu saat berkunjung kesana.

Namun sekarang tak lagi seperti itu, bisa dibilang apa yang dilakukan pemkab Lamongan dengan menyulap dua obyek itu menjadi kawasan wisata terpadu 'Wisata Bahari Lamongan (WBL)' sungguh terobosan luar biasa.

Daerah wisata yang bertempat di Jalan Raya Daendeles (Pantura) itu kini mulai terkenal sampai ke luar Lamongan, bahkan hingga ke luar Provinsi Jatim. Kini, tempat itu menjadi salah satu katalog agenda wisata keluarga Jatim. Selain Jatim Park I di Batu, Sengkaling di Malang, atau Pantai Ria Kenjeran di Surabaya, warga Jatim bisa memilih WBL sebagai salah satu tempat tujuan melepas penat bersama keluarga.

Awalnya kawasan yang disajikan dengan konsep one stop service itu dibangun di atas tanah seluas 17 hektar. Untuk ke depanya area wisata itu akan dikembangkan lagi hingga 24 hektar.

Pembangunan pertama area wisata itu mengembangkan kawasan wisata Tanjung Kodok yang disulap menjadi tempat wisata modern dengan aneka fasilitas wisata. Berdirinya WBL adalah hasil kerja sama antara Pemkab Lamongan dan PT. Bunga Wangsa Sejati yang sebelumnya membangun Jatim Park I di Batu. Dari kerja sama itu, kemudian dibentuk PT. Bumi Lamongan Sejati sebagai pihak yang mengelola WBL.


Gerbang Satu WBL

Dengan tiket Rp10.000-Rp15.000 dan tiket terusan Rp25.000-Rp35.000, pengunjung dapat menikmati sedikitnya 20 macam fasilitas wisata.

Aneka fasilitas wisata itu di antaranya adalah arena ketangkasan, insektarium, marina, kolam renang air tawar, kolam renang laut dengan pantai pasir putih buatan, bumper car, space shattle, kano, long boat, bumper boat, tagada, planet kaca, sarang bajak laut, arena pacuan kuda, dan sirkuit go kart.

Tak hanya itu, pengunjung akan disediakan tempat belanja komplet khas Jatim yang bisa dijumpai di souvenir shop. Di tempat tersebut tersedia produk unggulan, pasar ikan, buah dan sayur, serta pasar hidangan yang dibuka mulai pukul 09.00 sampai 21.00. Daya tarik WBL tidak hanya terletak pada fasilitas wisata yang lengkap. Namun, daya tarik paling berharga terletak pada pemandangan lepas pantai ke Laut Jawa di utara WBL.

Bisa dipastikan, daya tarik WBL semakin memikat saat perluasan tahap kedua kawasan itu rampung. Perluasan WBL mengembangkan kawasan wisata Goa Maharani yang terletak 300 meter sebelah selatan area Tanjung Kodok.


Gerbang Dua WBL

Rencananya, antara kawasan wisata Tanjung Kodok dan Goa Maharani disatukan dalam satu paket wisata bahari. Sebagai sarana penghubung, pengunjung bisa memanfaatkan kereta gantung, sebuah jaringan kereta gantung pertama di Jatim.

Kini, pengembangan sedang difokuskan pada pembangunan hotel dan convention hall di sebelah barat Tanjung Kodok. Bahkan, pembangunan hotel berbintang tiga dengan kapasitas 50-60 kamar itu sudah selesai 70%. Hotel dengan kapasitas 500 pengunjung disiapkan sebagai 'barak penginapan' di mana pengunjung bisa menginap lima sampai 15 orang sekaligus dalam satu kamar.

Lokasi wisata WBL bisa ditempuh dengan kendaraan jenis apa pun. Sebab, letaknya tepat di pinggir Jalan Raya Daendels, Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Tepatnya satu jam perjalanan arah utara kota Lamongan dan satu setengah jam arah barat kota Surabaya.


Masjid, sarana ibadah WBL

Tidak jauh dari tempat itu, sekitar lima kilometer arah timur, pihak Pemkab Lamongan akan mengembangkan sebagai kawasan berikat yang dikenal dengan Lamongan Intregated Shorbase (LIS).

Sementara itu, sekitar enam kilometer arah barat terdapat pelabuhan ikan Brondong yang dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan yang sangat dikenal di Jatim. Kawasan wisata ini juga dekat dengan sentra kerajinan emas, batiktulis dan bordir desa Sendang Agung dan Sendang Duwur.

Sungguh konsep bagus yang dikembangkan Pemkab Lamongan dan pengembang Jatim Park ini, wahana rekreasi yang memanfaatkan potensi dari Pantai Tanjung Kodok menjadi begitu menariknya. Tidak hanya memanfaatkan lokasi pantai tapi benar-benar melibatkan pantai sebagai salah satu wahananya. Salah satu alternatif menarik bagi kita terutama yang suka sekali dengan pantai, WBL menjawab semua keinginan kita. Satu catatan saja, jangan lupa pakai sunblock dan minum air yang banyak, karena hawa disana panas sekali. Have fun guys!

sejarah kabupaten nganjuk

C. Berbek,Cikal Bakal Kabupaten Nganjuk

Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo I :

Dalam uraian berikut ini lebih banyak menjelaskan tentang

3). Baca Akte Komisaris Daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih oleh Residensi Kediri, yang ditandatangani di Semarang oleh Van Lawick Van Pabst. Dalam akte kolektif ini juga ditetapkan personalia pejabat-pejabat Kabupaten yang lain, seperti Patih, Mantrie, Jaksa, Mantri Wedono / Kepala Distrik, mantri Res dan Penghoeloe.

Perjalanan sejarah keberadaan Kabupaten Berbek “cikal bakal” Kabupaten Nganjuk sekarang ini. Dikatakan “cikal bakal” karena ternyata kemudian bahwa alur sejarah kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek dibawah kepemimpinnan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1.

Kapan tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan. Namun dari silsilah keluarga dan catatan:”Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk” tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 (terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat). Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak hinduistis yang bernama masjid yoni Al Mubaarok. Terdapat sinengkalan huruf arab berbahasa jawa yang berbunyi:



Bagian depan :Ratu Pandito Tata Terus (1759)

Bagian Bawah :Ratu Nitih Buto Murti(1758)

Kanan/kiri: Ratu Pandito Tata Terus (1759)

Belakang: Ratu Pandito Tata Terus (1759)

Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo

Setelah KRT Sosrokoesoemo meninggal dunia tahun 1760 (Leno Sarosa Pandito Iku), sebagai penggantinya adalah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo. Mendekati tahun 1811, Kabupaen Berbek pecah menjadi 2(dua), yaitu Kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai bupati Godean adalah Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro II.

Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II:

Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai tindak lanjut adalah perjanjian sepreh tahun 1830, yaitu adanya rencana penataan kembali daerah-daerah dibawah pengawasan dan kekuasaan Nederlandsch Gouverment,dengan SK 31 agustus 1830, ditetapkan bahwa Kabupaten Godean dinyatakan dicabut dan selanjutnya digabung dangan Kabupaten Berbek (yang terdekat). Dengan akte Komisaris daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih dan ditandatangani oleh Van Lawick Van Pabst tanggal 16 juni 1831 di Semarang, ditunjuk sebagai bupati Berbek adalah Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II. Dari akte tersebut dapat diketahui bahwa Godean telah berubah statusnya menjadi Distri Godean, yang bersama-sama dengan distrik Siwalan dan distrik Berbek menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Berbek.

Raden Ngabehi Pringgodikdo :

KRT Sosrokoesoemo II(1830-1852)meninggal dunia tanggal 27 agustus 1852 karena menderita sakit paru-paru.yang ditunjuk sebagai penggantinya adalah Raden Ngabehi Pringgodikdo, patih dari luar Kabupaten Ngrowo, yang bukan termasuk garis keturunan / keluarga dari KRT.Sosrokoesoemo II. Pilihan jatuh pada Pringodikdo ini karena putra-putra dari KRT.Sosrokoesoemo II (Bupati yang telah meninggal) dianggap kurang mampu unuk menduduki jabatan bupati tersebut

Sedangkan Pringgodikdo dinilai lebih cakap dan berbudi pekerti yang baik, selain itu mempunyai pengalaman yang cukup daripada calon-calon lain yang diusulkan, sehingga dianggap mampu dan pantas untuk menggantikan KRT. Sosrokoesoemo II almarhum.

Pengangkatan Pringgodikdo sebagai bupati yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral Nederlandsch India di Batavia, tanggal 25 November 1852. selanjutnya, apabila disimak dari isi surat residen Kedirie yang pertama, tanggal 20 September 1852 tetang pertimbangan-pertimbangan terhadap Pringgodikdo untuk diangkat menjadi Bupati Berbek adalah sebagai berikut:

“Kabupaten Berbek penting sekali, juga sangat luas, yang meliuti delapan distrik diwilayahnya, dan berbatasan dangan residen Madiun, Soerabaja, rembang, sehingga Policie disana seharusnya waspada…”

Menurut “Akte Komisaris daerah-daerah Kraton yang telah diambil alih “tanggal 16 Juni1831, bahwa dikabupaten Berbek terdapat 3(tiga) distrik, Kabupaten Nganjuk ada 2(dua) distrik dan Kabupaten Kertosono ada 3(tiga) distrik, sehingga jumlah keseluruhan ada 8(delapan) distrik, sama dengan yang disebutkan dalam SK di atas. Hal ini berarti sebelum KRT.Sosrokoesoemo II meninggal, telah terjadi suatu proses penghapusan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kertosono yang meliputi distrik-distrik: Berbek, Goden, Siwalan (asli dari Kabupaten Berbek), Ngandjoek, Gemenggeng (berasal dari Kabupaten Ngandjoek), Kertosono, Waroe Djajeng, Lengkong (berasal dari Kabupaten Ketosono).

Raden Ngabehi Soemowilojo

Raden Ngabehi Pringgodikdo menjabat sebagai bupati Berbek lebih kurang 14 tahun, yaitu sampai dengan tahun 1866. setelah mangkat digantikan oleh Raden Ngabehi Soemowilojo, patih pada kadipaten Blitar dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 3 September 1866 No. 10. selanjutnya dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 21 oktober 1866 No.102 dia diberi gelar toemenggoeng dan diijimkan manamakan diri : Raden Ngabehi Soemowilojo.

6. Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo III:

Raden Ngabehi Soemowilojo meninggal dunia tanggal 22 februari 1878. Untuk menduduki jabatan Bupati Berbek yang kosong tersebut telah diangkat Raden Mas Sosrokoesoemo III, Wedono dari Nederlandsch Indie tanggal 10 april 1878 No.9, menjadi Bupati Berbek. Bersama dengan itu diberikan totle jabatan: Toemenggoeng dan diijinkan menuliskan namanya Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo. Pada masa pemerintahan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo III inilah terjadi suatu peristiwa yang amat penting bagi perjalanan sejarah pemerintahan di Nganjuk hingga sekarang ini. Peristiwa tersebut adalah adanya kepindahan tempat pusat pemerintahan dari kota Berbek menuju kota Nganjuk. Mengenai hal boyongan ini akan diuraikan nanti.

Raden Mas Toemenggoeng Sosro Hadikoesoemo :

Pada tanggal 28 September 1900, RM. Adipati Sosrokoesoemo III karena menderita sakit yang terus menerus sehingga terpaksa memberanikan diri mengajukan permohonan kepada Gubernur Jendral Nederlansch Indie untuk diberhentikan dengan hormat dari jabatan Negara dengan diberikan hak pensiun. Dan selanjutnya, memohon agar karirnya putra laki-laki tertuanya: Raden Mas Sosro Hadikoesoemo menggantikan jabatan sebagai Regent (Bupati) Berbek.

Berdasarkan Besluit Gubernur Jendral nederlansch Indie tanggal 2 Maret 1901 No 10, Pemerintahan Hindia Belanda memberhentiakan R.M. Adipati Sosrokoesoemo dan selanjutnya mengangkat redden Mas Sosro Hadikoesoemo sebagai Regent (Bupati) Berbek dan memberinya gelar Toemenggoeng dan mengijinkan menamakan dan menuliskan:Raden MAs Toemenggoeng Sosro Hadi Koesoemo.

Satu hal penting yang perlu dipehatikan pada masa jabatan RMT. Sosro Hadi Koesoemo ini adalah mulai digunakan sebutan: Regentschap (Kabupaten) Nganjuk, yang pada waktu-waktu sebelumnya masih di sebut Afdelling Berbek (Kabupaten Berbek). Tentang hal ini dapat dilihat pada Regeering Almanak 1852-19420.

Berikut ini adalah nama-nama Bupati Nganjuk setelah Raden Mas Sosro Hadi Koesoemo:

1936 - 1952 : R.T.A. Prswiro Widjojo

1943 - 1947 : R. Mochtar Praboe Maangkoenegoro

1947 - 1949 :Mr.R.Iskandar Gondowardjojo

1949 - 1951 : R.M.Djojokoesoemo

1951 -1955 : K.I Soeroso Atmohadiredjo

1955 -1958 : M. Abdoel Sjukur Djojodiprodjo

1958 -1960 : M. Poegoeh Tjokrosoemarto

1960 -1968 : Soendoro Hardjoamodjojo, SH

1968 - 1943 : Soeprapto,BA

1973 - 1978 : Soeprapto,BA

1978 - 1983 : Drs.SOemari

1983 - 1988 : Drs.ibnu Salam

1988 - 1993 : Drs.ibnu Salam

1933 - 1998 : Drs.Soetrisno R

1998 - 2003 : Drs.Soetrisno R, M.Si

sejarah kabupaten jombang

Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda usia, setelah memisahkan diri dari gabungannya dengan Kabupaten Mojokerto yang berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Ario Kromodjojo, yang ditandai dengan tampilnya pejabat yang pertama mulai tahun 1910 sampai dengan tahun 1930 yaitu : Raden Adipati Ario Soerjo Adiningrat.


Menurut sejarah lama, konon dalam cerita rakyat mengatakan bahwa salah satu desa yaitu desa Tunggorono, merupakan gapura keraton Majapahit bagian Barat, sedang letak gapura sebelah selatan di desa Ngrimbi, dimana sampai sekarang masih berdiri candinya. Cerita rakyat ini dikuatkan dengan banyaknya nama-nama desa dengan awalan "Mojo" (Mojoagung, Mojotrisno, Mojolegi, Mojowangi, Mojowarno, Mojojejer, Mojodanu dan masih banyak lagi).

Salah Satu Peninggalan Sejarah di Kabupaten JombangCandi Ngrimbi, Pulosari Bareng Bahkan di dalam lambang daerah Jombang sendiri dilukiskan sebuah gerbang, yang dimaksudkan sebagai gerbang Mojopahit dimana Jombang termasuk wewenangnya Suatu catatan yang pernah diungkapkan dalam majalah Intisari bulan Mei 1975 halaman 72, dituliskan laporan Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo kepada residen Jombang tanggal 25 Januari 1898 tentang keadaan Trowulan (salah satu onderdistrict afdeeling Jombang) pada tahun 1880.

Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya bukan dimulai sejak berdirinya (tersendiri) Kabupaten jombang kira-kira 1910, melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat itu sudah menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu masih terjalin menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang lebih menguatkan bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang telah terkelola dengan baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda yang kemungkinan wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang Lebih-lebih bila ditinjau dari berdirinya Gereja Kristen Mojowarno sekitar tahun 1893 yang bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung di Kota Jombang, juga tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk Agama Kong hu Chu di kecamatan Gudo sekitar tahun 1700.

Konon disebutkan dalam ceritera rakyat tentang hubungan Bupati Jombang dengan Bupati Sedayu dalam soal ilmu yang berkaitang dengan pembuatan Masjid Agung di Kota Jombang dan berbagai hal lain, semuanya merupakan petunjuk yang mendasari eksistensi awal-awal suatu tata pemerintahan di Kabupaten Jombang

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes